Disini Kami menyebutnya “Pajak” Tradisional

Disini Kami menyebutnya “Pajak” Tradisional – Kota Medan mempunyai hal yang unik, mulai dari logat atau bahasanya. Selain itu penyebutan beberapa tempat maupun kendaraan terkadang berbeda dengan kota lain. Misalnya Sepeda Motor. Jika kalian di Medan itu namanya “Kereta”, jadi jangan heran kalau setiap orang di Medan punya kereta. Jika di kota lain menyebut tempat untuk berbelanja berbagai macam kebutuhan rumah tangga dengan “Pasar”, maka di kota Medan, tempat itu disebut “Pajak”. Jadi yang namanya pasar adalah jalan raya dan Pajak adalah tempat orang berbelanja.pajak di Medan

Di Kota Medan sendiri ada beberapa Pajak yang tersebar, diantaranya Pajak Simpang limun, Pajak Sambu, Pajak Petisah, Pajak Sore, Pajak Sukaramai dan masih banyak lagi. Pajak tradisional seperti ini masih ada dan akan terus ada hingga beberapa tahun kedepan. Saya juga sering ke Pajak untuk sekedar menemani si emak berbelanja sayur dan ikan. Meskipun saat ini semakin banyak Supermarket serta mall yang telahh banyak menyediakan kebutuhan dapur, namun keberadaan pajak tradisional tidak akan pudar, karena banyak hal yang menarik serta suasana yang berbeda dibandingkan berbelanja di supermarket.

Di Pajak kita bisa tawar menawar dengan pedagang, meskipun mendapat diskon Rp 500,- saja, tapi bagi pembeli sudah cukup membahagiakan. Berbeda dengan di supermarket yang telah di bandrol dan tidak bisa ditawar. Supermarket hanya memberikan kesejukan saja, karena ada AC-nya. Supermarket memiliki keunggulan untuk masyarakat kota karena kita tidak perlu berdesakan dan berpanas-panasan jika hanya ingin membeli sayuran,ikan ataupun daging. Pajak Tradisional tidak akan hilang dari hati masyarakat khususnya di Medan. Penjual dan pembeli seringkali terjalin suatu keakraban karena sudah menjadi langganan.

Cari apa kak? Lihat dulu kak… Cabe… bawang…tomatnya kak… , Ayo kak dipilih bajunya kak, murah-murah kak… Begitulah sedikit teriakan dari pedagang di Pajak yang di Medan. Lebih seru jika kalian datang sendiri ke Medan untuk melihat cara mereka menawarkan dagangannya di Pajak. Bagi seorang wisatawan , pejalan, traveler apapun namanya itu, maka Pajak-pajak tradisional menjadi tempat yang wajib untuk dikunjungi. Karena di Pajak/pasar kalian akan menemukan jenis dan karakter orang –orang yang berbeda di setiap kota yang kita kunjungi.

Di tengah perkembangan jaman yang semakin modern, tidak membuat pasar tradisional ditinggalkan, khususnya kota Medan sendiri, banyak anak muda yang tetap berbelanja ke Pajak dengan berbagai alas an, meskipun sudah jaman modern mereka tidak malu untuk berbelanja ke pajak bahkan harus berbecek-becekan dikala musim hujan. Tohh,, belanja di Pajak bukan sesuatu yang memalukan, bahkan itu menyenangkan.

Bagaimana dengan kalian? Seringkah berbelanja ataupun sekedar singgah ke Pajak/Pasar Tradisional di kota kalian? Yok share pengalaman kalian di komentar ya,,,

41 thoughts on “Disini Kami menyebutnya “Pajak” Tradisional”

  1. Mutia nurul rahmah

    Pajak….
    Aku bukan org medan tapi sesekali ada ke medan mengunjungi sodara…

    Medanku di belawan bang,jadi aku pergi ke pajak yang ada di belawan.

    Dari rumah naik becak dayung
    Satu memori yang menyenangkan. Di belawan adalah itu klo pergi pajaknya pas malam aneka jajanan,jualan lebih ramau dan aku kangen ama bapak2 tionghoa penjual teh Bunga Krisan.

    Seplastik 1/4 teh Bunga Krisan dihargai 2500 ntah klo skrg

    @mutmuthea

  2. Paling sering belanja ya ke pajak Peringgan, tiap minggu malah :D. Coba pajak di Medan bisa lebih bersih, pasti belanjanya juga semangat kan.. hehehe.

  3. apa carik bang, mari mampir bang, bisa pilih warna, harga murah aja sama abang.. ahhahahaa..

    aku seringnya ke Pajak di belakang pajak aksara rud. kalo udah kangen sayur rebusan emak pasti larinya kesitu 😀

  4. kok bisa pajak ya? ada sejarahnya nggak kak?

    di Madiun sini pajak eh pasar masih ramai kak. sama deh dengan di Medan. *sok tau*

    dulu saya paling males ke pasar. eh setelah jadi emak senang belanja ke pasar. cuma saya jaranv nawar. pokoknya beli ya seadanya duit. *ayo siapa yang mau jualan ke sayaaa* 😀

    @diahdwiarti

    1. sampe sekarang sejarah itu juga masih belum paham aku kak,,, hehehe, pokoknya dari kecil taunya Pajak deh,, 😀
      wahh,,, akhirnya semua berubah semenjak nikah y mbak.. jadi senang ke pasar.. 🙂

  5. Pasar traditional adalah tempat keseharian ku berbelanja. Ga di Jogja maupun di Nganjuk. Di Nganjuk ada kuliner uniknya juga. Udah kutulis di blog ku Hehe

    @adibriza

  6. Pasar traditional adalah tempat keseharian ku berbelanja. Ga di Jogja maupun di Nganjuk. Di Nganjuk ada kuliner uniknya juga. Udah kutulis di blog ku Hehe

    @adibriza

  7. Mengapa namanya bisa unik seperti itu, ya? Apakah karena pasar itu ramai dan jalan itu ramai, jadi korelasinya adalah, keduanya ramai. Tetapi pajak lebih disukai untuk menyebutkan pasar, sedangkan pasar untuk menyebut jalan raya? Atau bagaimana? Saya bingung, hehe..
    Kalau di pajak tradisional kan masih segar-segar, ya, bahan bakunya. Kalau di supermarket kan sudah didinginkan, dibekukan.
    Di supermarket memang kita tidak bisa menawar dan harganya ‘di atas’ dan parkirnya mahal.
    Pajaknya ramai pedagang nawarin dagangan di sana sini, padahal kita cuma lewat dan gak lihat, ya.
    Ya yuk, jangan tinggalkan pajak tradisional. Haha. 😀

    1. kalau dijabarkan saya juga bingung mbak,, karena di Medan banyak kosakata unik. Pajak selalu sudah ramai dikala subuh tiba. penuh dengan sayuran segar dari pegunungan. Yok,,, lestarikan selalu pajak tradisional. 🙂

      1. wah, sama-sama bingung nih, hehe. 😀
        bahasa medan berbeda lah tentu, karena setiap daerah juga kadang bahasanya beda padahal judulnya sama.
        iya, jadi kan masih segar tu bahan makanannya.
        nah, sip. mari kita pergi ke sana dan sekaligus melestarikannya. 🙂

  8. PAJAK, emang saat ini banyak sekali pasar tradisional yang ditinggalkan padahal banyak banget sejarah yang terkadung didalamnya

  9. Iya bener belanja di Pajak bukan memalukan, biasa aja lah….
    Apalagi beberapa Walikota sudah mulai sadar untuk memperbaiki kondisi pajak tradijional….

    @rizalarz

  10. Waduh, aku salah paham baca judulnya. Dikira pajak dalam artian sebenarnya hehe. Jadi inget senior di tempat kerja tiga tahun lalu, dia dari Makassar sih tapi bilang sepeda motor = kereta juga. Sekarang sih udah jarang ke pasar, paling singgah aja buat beli ikan bandeng.

    @gemaulani

  11. lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya
    setiap tempat punya nama yang berbeda-beda. setiap pasar tradisional memang memiliki ciri khas masing-masing. 🙂

    @f_nugroho

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.